Upaya Bersama Menekan Angka Pernikahan Dini di Kabupaten Sragen
admin | 10 Desember 2024 | 392
SRAGEN - Pemerintah Kabupaten Sragen lakukan penandatanganan kesepahaman bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pengadialan Agama Sragen guna meningkatkan pelayanan masyarakat dalam hal pelayanan integrasi data mengantisipasi perkawinan anak berdampak pada perceraian, di Ruang Bupati, Lt. 2, Pemda Terpadu, Senin (9/12/2024).
Tanda tangan tersebut dilakukan Bupati Sragen, dr. Kusdinar Untung Yuni Sukowati dengan Ketua PA Kelas IA Sragen, Palatua.
Ketua PA Kelas IA Sragen, Palatua menerangkan kerjasama antara PA Sragen dan Pemkab Sragen ini dilakukan untuk pelayanan masyarakat, khususnya masalah rumah tangga, masalah perceraian, dan pernikahan di bawah umur.
Palatua menjelaskan jika masalah perceraian aparatur sipil negara (ASN) eksekusinya ada di tangan Bupati selaku Pembina ASN. Sedangkan posisi PA hanya memutus perkara. Menurutnya ASN yang cerai itu ada hak untuk anak dan istri dari gaji ASN tersebut. Tujuannya, untuk melindungi perempuan dan anak.
"Jadi PA sangat dibutuhkan peran langsung untuk membantu Pemda. Bagaimana pernikahan di bawah umur di Sragen semakin menurun atau dihilangkan. Ada angkanya, selama 2024 ada 240 perkara dispensasi kawin di bawah umur. Angka itu yang terdaftar, belum yang liar di masyarakat. Tahun 2023 lalu ada 250 kasus perkawinan di bawah umur. Angkanya di 2024 turun bila dibandingkan di 2023," ujarnya.
Kerja sama ini, lanjut dia, juga berkaitan dengan dispensasi kawin atau pernikahan di bawah umur. Orientasi kerja sama ini, kata dia, bagaimana menekan angka perkawinan di bawah umur karena menyangkut pada predikat Sragen sebagai kabupaten layak anak peringkat utama.
Ia berharap Pemkab bersama tokoh masyarakat dan PA bisa terus bersinergi untuk sosialisasi kepada masyarakat. Palatua mengungkap kalau tidak diberi penjelasan maka masyarakat tidak paham tentang pernikahan di bawah umur dan bahayanya. Untuk itu kerja sama ini, merupakan inisiasi bersama untuk masyarakat dan susah ada payung hukumnya di pusat.
"Dispensasi kawin di bawah umur itu berpengaruh terhadap adanya kasus perceraian. Kasus perceraian selama 2024 ini sudah mencapai 1.200-an perkara, dari kalangan masyarakat umum, ASN, dan TNI/Polri. Angka itu cukup tinggi dan umurnya paling dominan pada 35 tahun ke bawah, ya masih muda-muda itu kan belum stabil dan belum mapan jiwanya. Jadi perkawinan dini itu riskan terhadap perceraian," lanjut Palatua.
Bupati Yuni menyadari bahwa dampak dari pernikahan dini sangat merugikan, seperti tingginya angka perceraian, kesehatan ibu dan anak yang terancam, serta potensi kemiskinan. Dalam upaya menanggulangi masalah ini, pemerintah akan terus berkolaborasi dengan melibatkan Pengadilan Agama Sragen, Dinas Kesehatan, dan DP2KBP3A.
DP2KBP3A sudah mengedukasi masyarakat tentang larangan pernikahan dini. Selain itu juga ada regulasi dari BKKBN bahwa ada pendewasaan usia pernikahan, yakni perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun supaya pernikahan yang terjadi berkualitas.
“Sinergi antara ketiga instansi ini sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan pernikahan dini secara efektif. Pernikahan dini itu dipengaruhi banyak faktor pemicu, seperti masalah sosial ekonomi dan pergaulan bebas. Sosialisasi dilakukan terus lewat media sosial dan balai-balai pernikahan. Kami juga punya Pusat Pembelajaran Keluarga Sejahtera yang menyentuh problem keluarga, termasuk menekan angka pernikahan dini dan perceraian," pungkasnya.
Penulis : Miyos_Diskominfo
Editor : Yuli_Diskominfo