Kisah Pangeran Samudera dan Sendang Ontrowulan


admin | 03 Mei 2023 | 34322

SRAGEN -  Gunung Kemukus merupakan salah satu unggulan destinasi wisata di Bumi Sukowati. Berlokasi di Desa Pendem Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen, Gunung Kemukus berada di ketinggian sekitar 300 meter diatas permukaan laut.

Setelah melalui revitalisasi penataan pembangunan bersama Kementrian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyata (Kemen PUPR) di tahun 2020 hingga akhir tahun 2021 serta di resmikan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani pada  bulan April 2022 lalu, kini Gunung Kemukus bertrasformasi menjadi lebih tertata rapi dengan pemandangan indah menawan.

Tempat wisata yang dulunya mempunya citra negatif, berubah menjadi tempat wisata religi dan wisata keluarga. Di lokasi Gunung Kemukus terdapat makam Pangeran Samudra yang setiap tanggal 1 Suro atau 1 Muharram dalam kalender Hijriah tahun Jawa dirayakan ritual Larap Slambu (pencucian kelambu).

Upacara Larap Slambu merupakan prosesi pencucian dan penggantian kain peutup (slambu) makam Pangeran Samudra. Kain slambu bekas penutup makam lalu dipotong kecil-kecil. Air bekas cucian slambu dan potongan kain slambu kemudian diperebutkan pengunjung.

Asal mula Gunung Kemukus tidak lepas dari legenda Pangeran Samudra yang melakukan syiar Agama Islam sampai di wilayah tersebut. Menurut cerita, Pangeran Samudra adalah putra Prabu Barwijaya V, raja terakhir Majapahit dari seorang ibu selir. Situasi Pangeran Samadra kala itu merupakan masa-masa senja kerajaan Hindu seiring menguatnya pengaruh Kesultanan Demak Bintoro yang bercorak Islam.

Kesultanan Islam pertama di Jawa itu didirikan oleh Raden Patah, putera mahkota Prabu Brawijaya V. Sehingga Raden Patah dan Pangeran Samudra masih memiliki hubungan kekerabatan. Pada masa itu banyak kerabat kerajaan Majapahit yang mempelajari Agama Islam.

Demikian pula dengan Pangeran Samudra, ia memutuskan tinggal di Demak Bintoro untuk mendalami Agama Islam kepada Sunan Kalijogo. Salah seorang ibu tiri yang juga merupakan salah satu selir raja, yakni R.Ay Ontrowulan, turut serta mengiringi Pangeran Samudra belajar Agama Islam di Demak Bintoro.

Beberapa tahun berselang, Sunan Kalijogo mengutus Pangeran Samudro mengembara ke arah selatan menuju Gunung Lawu. Sang Pangeran diminta belajar kepada ulama-ulama Islam yang dijumpai selama perjalanan  ke selatan tersebut. Sunan Kalijogo berharap, ilmu agama yang dimiliki Pangeran Samudra kian lengkap sebagai bekalnya kelak dalam berdakwah Islam.

Selain berguru agama Islam, Pangeran Samudra juga ditugaskan menyambung kembali tali silaturahmi dengan kerabat Majapahit yang tercerai berai dan banyak mendiami wilayah sekitar Gunung Lawu. Salah satunya adalah Kyai Ageng Gugur di desa Pandan, di lereng Gunung Lawu.

Pangeran Samudra singgah beberapa lama di pesanggrahan Kyai Ageng Gugur. Setelah memperoleh restu dari Kyai Ageng Gugur, Ia pun bermaksud pulang kembali ke Demak Bintoro. Pangeran Samudra telah berkhidmad dan bertekad bulat untuk menyebarkan agama Islam disepanjang perjalanan pulang. Ia diiringi oleh dua orang abdi untuk menemani sang Pangeran berdakwah.

Dalam perjalanan dakwahnya Pangeran Samudra tiba di Desa Jenalas (kini wilayah Gemolong) untuk beristirahat. Di Jenalas, Pangeran Samudra berjumpa dengan Kyai Kamaliman yang berasal dari Demak. Kyai Kamaliman berniat bermukim di Jenalas untuk menyebarkan Agama Islam.

Selanjutnya, Pangeran Samudra kembali melanjutkan perjalanan dan tiba di padang oro-oro Kabar (sekarang bernama dukuh Kabar, Desa Bogorame Kecamatan Gemolong). Namun setibanya disana sang Pangeran jatuh sakit.

Walaupun sakit , Ia tetap beristiqomah meneruskan perjalanan sambil berdakwah. Ketika sampai di dekat Dukuh Doyong (yang kini masuk wilayah Kecamatan Miri) kesehatan Pangeran Samudra  kian memburuk. Salah satu abdi pengiring diminta untuk melanjutkan perjalanan untuk melapor kepada Sultan Demak Bintoro.

Sesampainya di Demak, sang abdi melaporkan kepada Sultan bahwa kemungkinan Pangeran Samudra tidak dapat sampai ke Demak. Sultan Demak Bintoro memerintahkan jika Pangeran Samudro akhirnya wafat agar dimakamnan di sebuah bukit, agak jauh dari lkasi sang Pangeran mangkat.

Sang abdi, pun diutus kembali menemui Pangeran Samudra, namun sesampainya di tempat Pangeran Samudera telah wafat. Sesuai amanat Sultan Demak, jenaxah Pangeran Samudra dimakamkan disebuah bukit sebelah barat laut Dukuh Doyong.

Makam tersebur berada di ketinggian sekitar 300 mdpl. Karena puncak  bukit makam tersebut sering diselimuti kabut putih di pagi hari hingga mirip asap yang keluar dari kukusan penanak nasi maka dinamakan Gunung Kemukus.

Ditempat terpisah, R.Ay. Ontrowulan yang berada di Demak sangat bersedih hati mendengar kabar meninggalnya Pangeran Samudra. Dengan diliputi duka mendalam, sang putri berkehendak pergi ke Gunung Kemukus. Ia bermaksud untuk bertakziah memberi penghormatan terakhir kepada Pangeran Samudra.

Sesampainya di Gunung Kemukus, R.Ay Ontrowulan memeluk pusara Pangeran Samudra dan tak mau melepaskannya beberapa waktu lamanya. Sampai akhirnya sang putri tersadar dan mengiklhaskan kepergian Pangeran Samudra menghadap Sang Khalik.

Dalam suasana berduka, R.Ay. Ontrowulan menuju ke sebuah sendang dan mengambil airnya untuk bersuci. Sang putri lalu menenangkan batin dan berdoa kepada Allah SWT. Setelah memperoleh petunjuk, Ia kemudian memutuskan tinggal di Gunung Kemukus hingga wafatnya.

Mata air tempat bersuci itu sekarang dikenal dengan nama “Sendang Ontrowulan”. Letaknya di bawah area makam Pangeran Samudra. Air sendang itu tidak pernah kering walaupun saat musim kemarau tiba.

Perjalanan Pangeran Samudro dalam bersyiar Islam telah mewariskan nilai-nilai keteladanan kepada para pengikutnya. Pangeran Samudro senantiasa mengajak untuk mendekatkan hati, pikiran, dan perbuatan karena semata-mata demi ridha  Allah SWT dengan dilandasi rasa cinta kepada-Nya.

Sebagaimana nasihat dari Sang Pangeran yang dituturkan secara turun temurun: “ Sing sopo duwe pajongko marang samubarang kang dikarepke, bisane kalakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewing-slewing. Kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno pangrasa tresna marang Gusti Allah kaya dene yen arep nekani kang ditresnani “.

 

 

Penulis  : Mira_Diskominfo

Editor    : Yuli_Diskominfo

Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen

 

Berita Terbaru

Top