Image Not Available

Eksistensi Anyaman Bambu Mbah Rebo Ditengah Zaman Modern


admin | 03 Mei 2023 | 1311

SRAGEN - Kehadiran peralatan modern tidak serta merta menghilangkan peralatan tradisional. Meski tidak sebanyak dulu, beberapa perajin anyaman bambu di Kabupaten Sragen tetap bertahan ditengah gempuran peralatan modern.

Pohon bambu yang selama ini identik dengan bahan baku pembuatan rumah ataupun bangunan, tapi ditangan kreatif mereka, bambu ‘disulap’ menjadi kerajinan bernilai jual ekonomis dan berdampak baik bagi lingkungan untuk mengurangi sampah plastik.

Tidak banyak warga yang masih bertahan dengan berprofesi sebagai perajin anyaman bambu.

Di Dukuh Banyurip RT 16, Desa Kalikobok, Kecamatan Tanon, Sragen, misalnya terdapat anyaman bambu hasil kerajinan dari Mbah Rebo yang telah menekuni dari usia muda hingga senja.

Mbah Rebo yang sudah berusia lebih dari 70 tahun itu mengaku saat usianya muda, dilingkungannya banyak yang membuat anyaman dari bambu. Namun, saat ini sudah mulai sulit dijumpai.

"Membuat kepang ini sejak saya masih muda belum menikah, dapat pengalaman pertamakali dari orang tua, keahlian yang saya punya hanya membuat kepang seperti ini dan berkebun," ungkapnya.

Meski ditengah gempuran perabot rumah tangga atau bangunan berbahan berbahan plastik, stainless ataupun lainnya banyak dipasaran. Mbah Rebo, masih tetap bertahan menggeluti usaha sebagai perajin sesek dari ayaman bilah bambu.

Proses membuat kerajinan wadah anyaman dari bilah bambu ini, sebenarnya cukup panjang. Mulai dari memilah bambu apus yang pantas untuk ditebang, memotong, membelah hingga menjadi iratan (irisan) tipis, lalu dijemur dibawah sinar matahari sampai benar-benar kering dengan lekukan yang diinginkan setelah itu baru bambu bisa dianyam.

Sesek yang biasanya dibuat oleh Mbah Rebo sendiri banyak digunakan oleh petani dan masyarakat pedesaan lainnya untuk menjemur padi, bawang merah, kerupuk dan beberapa hasil bumi lainnya.

Untuk membuat satu buah sesek dengan panjang 5 meter dan luas 2 meter, Mbah Rebo mengaku mampu menyelesaikan selama 1 minggu.

"Iya kalau bambu sudah ada buat kepang seperti ini bisa hampir satu minggu, kalau untuk harganya ini 70 ribu rupiah," jelasnya.

Hasil penjualan sesek ini, biasanya dijual ke pasar Gabugan dan diambil pengepul.

Kesulitannya saat membuat kerajinan anyaman bambu ini, yakni pada saat musim hujan karena bambu agak sulit didapat dan juga membuat dirinya harus memanggang serat bilah bambu diatas tungku api supaya cepat kering dan bisa dianyam.

Mbah Rebo berharap, meski zaman mulai maju dan teknologi semakin berkembang, ia berharap karya dan produk buatannya tetap bisa diminati masyarakat luas.

"Kerajinan menganyam ini merupakan warisan budaya leluhur dan semoga kedepan anyaman bambu bukan lagi sekadar cerita karena masih tetap ada," harapnya.

Penulis : Miyos_Diskominfo
Editor : Yuli_Diskominfo

Berita Terbaru

Top